Ayah selalu bilang kalau keraguan adalah hal yang harus ditinggalkan.
"kalau Mba Anggi ragu, lebih baik tidak."
Tapi sering kali bahkan hampir disetiap keraguan yang muncul di kehidupan saya, tidak saya tinggalkan, melainkan saya pertanyakan dan ujung-ujung nya kebingungan yang saya terima.
Ayah selalu bilang kalau saya harus dengan tegas berkata tidak
"kalau Mba Anggi ragu, katakan TIDAK dengan tegas"
Tapi sering kali bahkan hampir disetiap keraguan itu muncul, kata Tidak tidak keluar dari guratan bibir saya.
Ayah selalu bilang kalau masalah yang ada hendaknya kita pelajari.
"Mba Anggi tau kan setiap manusia punya masalah, pasti, itulah kenapa ada kata Iqra, Bacalah!, bacalah semua keadaan yang terjadi di hidup kamu"
Tapi sering kali bahkan hampir disetiap masalah yang muncul, tindakan membaca itu sendiri tidak terjadi, yang ada hanyalah penyesalan, atau malah air mata
"Mba Anggi harus pandai memilih teman bermain ataupun teman hidup, tatkala mereka mengganggu pikiran mba, mengganggu hal-hal penting di hidup kamu, jangan ragu untuk berkata tidak"
Tapi sering kali bahkan hampir disetiap kesempatan bertemu dengan mereka, saya mengedepankan perasaan dibanding logika yang pada akhirnya merugikan saya sendiri.
Ayah selalu bilang kalau seharusnya tidak ada kata penyesalan
"Mba Anggi, kamu seharusnya tidak menyesal, kan sebelum mengambil keputusan itu sudah kamu fikirkan segala hal dengan matang kan?"
Tapi sering kali bahkan hampir disetiap keputusan yang saya perbuat, selalu timbul kata penyesalan yang pada akhirnya menjadi seperti benalu di hidup saya.
Sebenarnya bukan apa yang telah terjadi yang membuat saya resah pada diri saya sendiri, melainkan ketidak pedulian saya terhadap apa yang Ayah saya kemukakan sebelum semuanya terjadi di hidup saya, ketika saya menganggap semua hal yang Ayah katakan itu hal biasa, hal kecil, hal sederhana yang dapat dengan mudah saya lakukan. Dengan dalih "Mba Anggi kan sudah 21 tahun, Yah. Sudah mengerti masalah seperti ini, Ayah sudah sering kali mengingatkan saya" yang mana malah membuat saya lupa akan nasihat nasihat Ayah. Lalu apakah saat ini saya menyesal? tentu saja tidak, karena Ayah berkata seharusnya tidak ada kata penyesalan.
"Life must go on, Mba."
"Lalu kalau Mba Anggi nangis seperti itu, masalahnya akan selesai?"
"Sudahlah Mba, bersyukur Allah mempertemukan kamu dengan masalah ini, sehingga kamu bisa belajar bagaimana cara mengatasinya."
Saya tidak menghadiahkan masalah yang timbul atas keputusan yang telah saya ambil tanpa keraguan dengan penyesalan. Permasalahan itulah yang membuat saya tetap hidup, membuat logika dan perasaan saya berjalan berdampingan tanpa saling mendahului satu sama lain. Permasalahan itu pula lah yang membuat saya belajar untuk membaca keadaan disekitar saya untuk membantu saya tetap selalu bersyukur.
Terima kasih Ayah, maaf sudah menghiraukan Ayah
Sincerely
Anggi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar